I heart FeedBurner

SAYA SUKA BELAJAR AJARAN AGAMAKU

Jumat, 13 Agustus 2010

MARTABAT LUHUR SEBAGAI CITRA ALLAH

  1. Dalam penciptaan, Allah menciptakan manusia dengan penuh rencana, istimewa, dan keagungan, dibanding dengan Allah Allah ciptaan lainnya. Terbukti di mana Allah menciptakan manusia dengan rencana dan sarana serta menciptakannya menurut gambar dan rupa-Nya sehingga manusia disebut sebagai citra Allah (Kej. 1:26)
  2. Dalam menciptakan manusia, Allah seolah-olah "bekerja". "Tuhan Allah membentuk dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya" itu pada hari yang keenam (Kej.2:7). Singkat kata: Manusia itu makhluk yang indah, istimewa, unik, khas dan sebagai citra Allah sendiri. Sedangkan waktu Allah menciptakan ciptaan lain selama lima hari itu, Ia hanya berfirman saja "jadilah..."
  3. kata citra dapat diartikan (Kamus Bahasa Indonesia) adalah sebagai gambar, rupa, bayangan. Sedangkan kata lain dari citra mempunyai pengertian sebagai gambaran yang menunjukkan pada suatu identitas atau ciri seseorang, yang berkaitan dengan tindakan, sifat, atau karakter seseorang.
  4. Secara religius salah satu aspek yang mencirikan identitas seseorang adalah iman pada sang Penciptanya, sehingga kata citra hanya dikatakan kepada manusia, tidak digunakan untuk ciptaan lainnya.
  5. Dengan demikian kita sebagai manusia sangat dicintai Tuhan. Untuk itu, kita sebagai orang Katolik tentunya akan berbuat/bertindak sesuai dengan-Nya yang bermartabat luhur. Sebagai bentuk kasih kepada Allah hendaknya kita ungkapkan dengan bertindak kasih pada sesama. Sebab luhur tidaknya suatu martabat manusia akan berkaitan dengan sejauh mana manusia berbuat kasih pada sesama dan Tuhannya.
  6. Sebagai citra Allah manusia diberi kuasa untuk menjaga, memelihara, mengolah, melindungi, dan mempergunakan alam sebagaimana mestinya secara bijaksana, arif, dan adil demi kesejahteraan bersama uman manusia dan hendaknya semakin merasakan cinta kasih Tuhan yang secara nyata. Dengan kata lain manusia memiliki kebebasan namun bebas yang terbatas, bukan melakukan sesuatu yang dapat merendahkan martabat luhur dari Allah. Namun manusia dipanggil untuk senantiasa membangun relasi dengan sang Pencipta (Gaudium et Spes, artikel 12). Dengan keterbatasan tersebut manusia hendaknya semakin menyadari akan kelemahan dan kekurangannya, tidak boleh sombong, angkuh, congkak di hadapan Tuhan.
  7. Membangun relasi dengan sang Penciptanya, hendaknya diungkapkan secara riil membangun relasi dengan sesama manusia. Karena manusia memiliki martabat yang luhur seharusnya manusia bisa berlaku dan bertindak yang sungguh membanggakan hati Allah sendiri, yaitu penuh kasih, cinta, hidup rukun saling menyayangi, menghormati dan semakin membuat dunia yang damai, tentram, nyaman, aman.
  8. Sebagai siswa hendaknya menyadari penuh akan keluhuran martabat tersebut, maka sebagai pelajaran dan sebagai anak yang beriman, hendaknya dapat menjadi pelopor untuk berbuat baik pada sesama serta mewujudkan cita-cita Allah.